Laman

Rabu, 29 Oktober 2014

FUTUUHUL GHAIB (Risalah 63 s/d 67) - “Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani”

Risalah 63
Kuberkata dalam mimpi: "Wahai yang menyekutukan Tuhan di dalam benak dengan diri sendiri, dalam sikap lahiriah dengan ciptaan-Nya, dan dalam tindakan dengan kedirian!" Bertanyalah seorang di sampingku, "Pernyataan apakah ini?" "Itulah suatu pengetahuan ruhani," jawabku.


Risalah 64
Suatu hari, suatu masalah mengusik benakku Jiwaku tertekan. Kuberkata: "Aku menginginkan kematian, yang di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan, yang di dalamnya tiada kematian."

Aku ditanya, kematian apakah yang di dalamnya tiada kehidupan, dan kehidupan apakah yang didalamnya tiada kematian yang tiada memiliki kehidupan ialah kematianku dari sesamaku, sehingga aku tak melihat manfaat dan mudharat mereka, dan kematianku dari diriku, dari keinginanku, dari tujuanku di dalam kehidupan duniawi dan kehidupan setelah matiku, sehingga aku tak berada di dalam kehidupan setelah matiku, sehingga aku tak berada di dalam ini semua. Kehidupan yang tak memiliki kematian ialah kehidupanku dengan kehendak-Nya, sehingga aku tak maujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya ialah kemaujudanku dengan-Nya.

Kerana aku telah mengerti, maka hal ini telah menjadi tujuan paling muliaku.


Risalah 65
Kenapa marah kepada Tuhan, kerana doa-doa belum diterima? Kau bilang bahawa tak boleh meminta kepada orang, dan diperintahkan meminta kepada-Nya, tapi permohonanmu kepada-Nya tak dikabulkan-Nya. Jawabku: Bebas atau terikatkah engkau? Jika kau berkata bahawa kau seorang bebas, bererti kau tidak beriman. Jika kau bilang bahawa kau seorang budak, kubertanya, salahkah Tuhan menunda penerimaan doamu. Ragukah kau akan kearifan dan kasih-Nya kepadamu dan kepada seluruh ciptaan, dan akan pengetahuan-Nya tentang segala hal mereka? Kau salahkankah Dia? Jika kau tak menyalahkan-Nya dan menerima kearifan-Nya dalam menangguhkan penerimaan doamu, maka wajib bagimu bersyukur kepada-Nya, sebab Ia telah memilihkan yang terbaik bagimu. Jika kau salahkan Dia, bererti kau tak beriman, sebab kau menisbahkan kepada-Nya ketak-adilan, dan mustahil Dia tak adil. Ingat, Dia adalah Pemilikmu, Pemilik segalanya. Sang pemilik berkuasa penuh atas milik-Nya. Maka "Ketak-adilan" tak layak bagi-Nya. Sebab ketak-adilan ialah keikut-campuran dalam milikan orang lain, tanpa seizin pemiliknya.

Nah, jangan kesal terhadap-Nya, kerana kehendak-Nya yang mewujud melaluimu meski tak kau sukai dan, secara lahiriah, merugikanmu, maka wajib bagimu bersyukur, bersabar, redha kepada-Nya, dan mencampakkan kekesalan dan ketak-patuhan benak dan kedirianmu - hal-hal yang akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Wajib pula bagimu senantiasa berdoa, berbaik sangka terhadap-Nya, menanti saat-saat yang baik, yakin akan janji-Nya, menunjukkan sikap baik terhadap-Nya, bersesuaian dengan perintah-Nya, senantiasa mengesakan-Nya, segera melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauh dari melakukan hal-hal yang dilarang-Nya.

Dan, salahkan dirimu sendiri, yang berbuat kekejian dan ketak-patuhan terhadap-Nya, hal ini lebih baik. Nisbahkanlah ketak-adilan kepada dirimu sendiri, hal ini lebih layak. Waspadalah akan keserasian dengan diri, sebab hal ini adalah musuh Allah dan kawan musuhmu, yakni si Iblis nan terlaknat.

Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah. Waspadalah, waspadalah. Kutuklah dirimu sendiri, nisbahkanlah ketak-adilan kepadanya, bacakanlah kepadanya firman Allah:

"Adakah Allah menyiksamu, jika kamu bersyukur lagi beriman?" (QS.4:147)

"Ini dikeranakan perbuatan-perbuatanmu sebelumnya, sesungguhnya Allah adil terhadap hamba-hamba-Nya." (QS.3:181)

"Sesungguhnya Allah tak menzalimi, tapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri." (QS.10:44)

Bacakanlah bagi dirimu kata-kata ini, ayat-ayat lain Al-Quran dan sabda-sabda Nabi. Berperanglah melawan dirimu demi Allah. Jadilah komandan pasukan-Nya, sebab kedirianmu adalah musuh terbesar di antara musuh-musuh terbesar Allah.



Risalah 66
Jangan berkata: "Aku tak mahu memohon sesuatu kepada Allah, sebab bila yang kumohon itu telah ditentukan bagiku, tentu akan datang kepadaku, entah diminta atau tidak. Bila hal itu bukan bahagianku, Dia takkan memberikannya kepadaku, walau kuminta." Jangan. Mintalah kepada-Nya segala yang kau inginkan, asalkan yang kau minta itu tak terlarang dan tak merosak, sebab Allah telah memerintahkan kita untuk memohon kepada-Nya. Dia berfirman:

"Mintalah kepada-Ku, nescaya akan Kukabulkan permintaanmu." (QS.40:60)

"Mintalah Kepada-Nya kurnia-Nya." (QS.4:32)

Nabi bersabda:

"Mintalah kepada Allah dengan penuh keyakinan bahawa doamu diterima."

"Berdoalah kepada Allah dengan kedua tapak tanganmu."

Masih banyak sabda Nabi seperti ini. Jangan berkata: "Sesungguhnya aku telah memohon kepada-Nya, tapi Ia tak mengabulkannya, maka kutakkan lagi memohon sesuatu pun kepada-Nya." Berdoalah selalu kepada-Nya. Jika sesuatu telah ditentukan bagimu, Dia anugerahkan sesuatu itu kepadamu, setelah kau minta. Maka hal itu akan menambah keimananmu akan keesaan-Nya, akan menolongmu menjauh dari meminta kepada orang, kepada ciptaan, dan dari berpaling kepada-Nya dalam segala keadaan, dan menolongmu meyakini bahawa segala kebutuhanmu terpenuhi oleh-Nya.

Jika sesuatu tak ditentukan bagimu, Dia mencukupimu dan membuatmu redha kepada-Nya, meski kau miskin dan sakit, Dia membuatmu senang dengan kesulitan yang menimpamu itu. Bila berhutang, Dia buat hati si pemberi hutang tersebut lembut terhadapmu, hingga kau lunasi hutang itu. Bila permohonanmu tak dikabulkan di dunia ini, Dia akan memberimu di akhirat.

Dia takkan mengecewakan pendoa kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat. Nabi bersabda bahawa si mukmin akan melihat pada catatan amalnya, pada Hari Pengadilan, amal-amal yang tak dilakukannya. "Tahukah kamu amal-amal itu?" "Aku tak tahu," jawab si mukmin. Maka dikatakan kepadanya: "Sesungguhnya, amal-amal itu adalah balasan bagi permohonanmu di dunia, sebab dalam berdoa kepada Allah Maha kuasa lagi Maha agung, kau senantiasa mengingat-Nya, mengEsakan-Nya, menempatkan sesuatu pada tempatnya, berbuat kebajikan kepada sesamamu, tak menisbahkan daya kepada diri sendiri dan tak pongah. Semua ini menjadi amal-amal saleh, untuk itulah ada balasannya dari Allah Yang Maha kuasa lagi Maha agung."



Risalah 67
Bila kau bertanya melawan dan berhasil mengatasi diri, maka Allah membangkitkannya kembali, dan ia menuntut darimu pemuasan keinginan, baik yang diharamkan mahupun yang dihalalkan, hingga kau berupaya lagi mengatasi diri, sampai pahala tertulis bagimu begitu kau berupaya kembali. Inilah makna sabda Nabi saw:

"Kita telah kembali dari jihad kecil, dan menuju jihad besar."

Ia berkata bahawa kembali berupaya mengatasi diri senantiasa terjadi. Dan inilah makna firman Allah:

"Mengabdilah kepada Tuhanmu, hingga kepastian (kematian) datang kepadamu." (QS.15:99)

Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengabdi kepada-Nya. Hal ini bertentangan dengan diri. Sebab semua pengabdian ditolak oleh diri yang menginginkan sebaliknya, hingga datang kepastian (kematian). Bila ditanya: "Bagaimana mungkin diri Nabi menolak pengabdian, padahal ia tak punya kedirian?" Allah berfirman: "Ia tak berbicara dengan kehendaknya sendiri, tapi dengan wahyu." (QS.53:84)

Ia mengalamatkan kepada nabi-Nya kata-kata ini, untuk mengukuhkan hal ini, dan berlaku pula bagi pengikut-pengikutnya, hingga hari Kiamat. Dia menganugerahi nabi-Nya daya mengatasi diri, hingga hal ini tak merugikannya, tak pula mendorongnya berupaya mengatasi diri. Inilah pembeza antara dia dan pengikut-pengikutnya. Bila seorang mukmin teguh dalam upaya spiritual, hingga datang kematian, dan menemui Tuhannya, dengan pedang terhunus berlumuran darah kedirian, maka Ia memberinya Syurga yang dijaminkan-Nya baginya, dengan firman-Nya:

"Bagi yang takwa kepada Tuhannya, dan mencegah diri dari hawa nafsunya, maka Syurgalah tempat tinggalnya." (QS.79:41)

Nah, bila Dia telah memasukkannya ke dalam syurga, maka Ia menjadikan syurga itu tempat tinggal, tempat beristirehat dan tempat kembalinya, yang membuatnya aman dari pemalingan kepada duniawi; dan Ia senantiasa melimpahkan baginya, dari hari ke hari dan dari jam ke jam, rezeki dan akan mengurniainya segala macam pakaian dan hiasan yang abadi, sebagaimana Ia memperbaharui, di dalam dunia ini setiap hari setiap jam dan setiap detik, perjuangan melawan kedirian.

Sedang orang kafir, orang munafik dan pendosa, bila mereka telah berhenti berjuang melawan kedirian mereka di dunia ini, kemudian mengikuti, bersekutu dengan setan dan berbaur dengan aneka macam kekafiran, kemusyrikan dan hal-hal seperti itu sampai kematian datang kepada mereka, sebelum mereka menjalankan Islam dan bertaubat, maka Allah memasukkan mereka ke dalam neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya:

"Peliharalah dirimu dari neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (QS.2:24)

Setelah Dia memasukkan mereka ke dalamnya dan menjadikannya tempat kembali dan tempat berteduh mereka, maka neraka itu membakar kulit dan daging mereka, dan Ia mengganti kulit dan daging mereka dengan yang baru, sesuai dengan firman-Nya:

"Setiap kali kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit mereka dengan kulit yang lain." (QS.4:56)

Ia, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, senantiasa memperlakukan mereka demikian, disebabkan oleh penyekutuan mereka dengan kedirian mereka sendiri, di dunia ini, dalam berbuat dosa. Penghuni-penghuni neraka senantiasa berganti kulit dan daging, agar mereka tersiksa dan kesakitan. Sedang penghuni syurga senantiasa dilimpahi rezeki, agar mereka senantiasa bersyukur. Hal ini dikeranakan perjuangan mereka melawan kedirian mereka sendiri demi menyesuaikannya dengan kehendak Allah dalam kehidupan di dunia ini, dan inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi saw: "Dunia ini adalah tanah garapan bagi akhirat."


Tidak ada komentar: