Laman

Sabtu, 18 Oktober 2014

THE CIRCLE OF LOVE - (KELUPAAN~ Kita Milik Dia, Dan Ia Memperlakukan Kita SeKehendak-Nya)

Dunia ini melemparkan kita ke dalam jurang kelupaan, dimana terlihat kita telah dilupakan oleh Tuhan. Dalam jurang ini, kita diuji; mereka yang ingat akan ingat sementara mereka yang lupa akan dilupakan. Al-Hakiim al-Tirmidzi menyampaikan cerita tentang ujian kelupaan ini di mana nasib manusia telah ditentukan.


“Abu Abdullah Al-Hakim Al-Tirmidzi berkata; di hari ketika nasib manusia diputuskan, “Yaumal-Muqaddir” Allah menciptakan mereka dan mereka bersinar seperi bintang gemerlap. Kemudian ia menarik cahaya dari mereka, dan Ia menempatkan mereka dalam tanah yang merupakan desain penciptaan Adam as.

Di dalam kegelapan ini, tak memiliki cahaya, mereka tinggal di sana selama 50.000 tahun. Selama itu, dimana mereka dalam kegelapan, mereka membentuk tiga kelompok. Yang pertama berkata, “Ia yang menguasai kita, tidak menguasai lagi; kerajaannya telah berhenti dan ia kehilangan daya atasnya. Bila ini tidak terjadi, Ia tidak akan membiarkan kita di sini, terlupakan.” Yang kedua berkata; “Ia meninggalkan kita di sini, dan kita harus menunggu dan melihat apa yang akan turun dari Dia pada kita.”

Kelompok pertama adalah orang kafir, sementara kelompok kedua memperlihatkan duplisitas dan keraguan. Kelompk ke tiga berkata; “Ia meninggalkan kita di sini dan Ia adalah keabadian. Kami adalah milikNya, dan Ia memperlakukan kita sekehendakNya.” Bagi kelompok pertama, dimana mereka berbicara dengan cara mereka, tanah mengisi mulut mereka dan Ia berkata pada mereka;”Apa yang telah kau lihat dariKu, bahwa kau mensifatiKu sebagai yang tak berdaya dan kehilangan kerajaan?” Sehingga, kata-kata ini , Laa Illaha Ill ‘Allah, menjadi segel tanah dalam mulut mereka dan segel ini tidak pernah dibuka.

Kelompok kedua menunjukkan keraguan; dalam ketidakpercayaannya, mereka menunggu apa yang akan terjadi, tidak memiliki keyakinan, hati mereka bimbang. Karenanya, elemen tanah dibuang dalam mulut hati untuk membuat mereka bimbang; pada saat tertentu menghadap Tuhan, lain waktu berpaling pada hawa nafsu. Ini tidak menjadi segel tapi hanya sebuah gerendel, yang kalau ia mau, dapat diangkat dan dibuka.

Bagi kelompok ketiga, mereka berkata, “Tuhan kami yang mengusai kami adalah abadi, dan Ia memperlakukan kita sekendakNya; kalau Ia ingin, Ia mempermainkan kita dalam kegelapan, demikian juga bila Ia ingin kita dalam cahaya.” Dan mereka membentangkan tangan hatinya kepadaNya untuk melekatkan mereka sendiri padaNya. Ia memyambut hati mereka dengan tanganNya, “Engkau milikku, baik kau berlatih maupun tidak.” Karenanya, dunia ini tertulis di atas hati mereka. Mereka yang disambut oleh tangan kananNya, adalah teman-teman Allah, Al-Awliya, sementara mereka yang disambut oleh tangan lainnya, adalah orang beriman biasa , “monotheistic (al-Muwahiddun).” Ia meraih dan menaruhnya dalam genggaman, dan kata-kata ini tertulis dalam hati dalam mereka, “Qulub” sedang di depan mata dari hati bagian luar, “Fu’ad.” Sehingga, kataNya, Ia menuliskan kata-kata Iman dalam hati mereka.”

Dalam tulisan yang indah itu, Al-Tirmidzi menjelaskan tiga respon berbeda untuk jiwajiwa yang turun dari dunia cahaya pada kegelapan dunia ini. Di dunia ini, dimana cinta dan cahayaNya tidak terlalu nampak, terlihat bahwa Ia telah melupakan kita. Di dalam keadaan terbengkalai ini, kita diuji. Apakah kita lupa Dia? Apakah kita meragukanNya, atau kita mengingatNya dan mengakui bahwa kita adalah milikNya, dimana pun kita ditempatkan?

Merek yang menolakNya karena mereka merasa ditolak, mulutnya disegel oleh tanah dunia ini. Mereka tetap dalam keadaan lupa yang mereka pilih sendiri. “Merek lupa akan Tuhan dan Tuhan lupa kan mereka.” Kelompok kedua, yang hatinya bimbang karena keragu-raguan, tidak memiliki keyakinan. Kadang-kadang, hati mereka menghadap Tuhan, lain kali pada hawa nafsu. Kadng-kadang mereka ingat, namun kemudian lupa. Kalau mau, ia dapat membuka gerendel dan membawanya ke tingkat pengingatan terus menerus.

Akhirnya, kelompok ke tiga, adalah mereka yang mengakui bahwa mereka adalah milikNya. Bahkan pada saat Ia terlihat mengabaikan mereka. Pengingatan mereka tidak tergantung pada situasi. “Kami milikNya dan Ia memperlakukan kami sekehendakNya.” Dalam gelanggang ini, salik diuji terus menerus, tapi ia mengakui TuhanNya, taktergantung atas apa yang terjadi padanya. “Kalau ia berkehendak, ia menempatkan kita dalam kegelapan, demikian juga kalau Ia berkendak menempatkan kita dalam cahaya.”

Tingkat penyerahan diri dan pengingatan ini disyaratkan bagi mereka yang ditetapkan sebagai milikNya; “Dan ia menggapai hati mereka dengan tanganNya dan berkata, ‘Engaku milikku, baik engkau berlatih maupun tidak berlatih.’ Di dalam kegelapan dunia ini, kita diuji dengan kelupaanNya. Apakah kita melupakanNya karena ia terlihat melupakan kita, atau apakah bisa tempat pengabaian ini menjadi kesempatan utuk menunjukkan Kekasih kita bahwa kita milikNya bagaimana pun kehendakNya? Pengingatan kita akan Dia tidak seharusnya tergantung pada tingkat kita, baik lahir maupun batin. Hidup dalam penghambaan tanpa peduli tingkatan lahir maupun batin ini, maka kita talah melewati hijab “penampilan”, melewati batas “telihat kelupaanNya.”

Kita melewati ke dalam manuggalitas dalam hubungan nyata antara jiwa dan Tuhan, dimana tidak ada pengingatan maupun kelupaan. Baik pengingatan maupun kelupaan adalah milik dualitas; di dalam kemanuggalan cinta sejati, siapakah ia yang harus diingat dan siapakah dia yang lupa? Dalam lingkaran cinta yang tertutup, kita adalah milikNya, di luar dualitas.

Jiwa telah berjanji untuk bersaksi padaNya, dan janji ini tertulis dalam hati, tertulisdengan kata-kata yang sama bahwa “Engkau adalah milikku.” Mereka yang merupakan milikNya, adalah di sini untuk menyaksikanNya; ini adalah janji dari kerinduan kita.

Kita menyerahkan diri pada dunia perpisahan demi Ia, sementara dalam hati, kita mempertahankan pengetahuan tentang manunggalitas. Hidup dalam dunia, kita mengalami multisiplitasNya dan mempersembahkan kembali padaNya; jadi kita tahu keindahan dari manunggalitas dalam multisplitas.

Bagaimana Ia pernah melupakan diriNya sendiri? Ini adalah bagian dari ilusi dunia ini, dan mereka yang telah melewati ilusi ini mengetahui Dia sedemikian lupa sehingga tidak dapat melupakanNya. Terlihat kita seperti melupakannya, tapi bagaimana pecinta sampai lupa pada kekasihNya? Tentu dia bukan lagi pecinta.

Turun di dunia ini, kita mengalami penampilanNya dari “kelupaan” karena Ia membutuhkan kita untuk mengalaminya; Ia membutuhkan kita untuk tahu aspek dirinya ini. Tapi kita hanya tahu bahwa kita telah melupakan Dia ketika kita terjaga untuk mengingatNya. Mereka yang tetap lupa, yang tertutup dengan tanah dunia ini, tidak tahu bahwa mereka telah melupakanNya. Pengetahuan tentang kelupaan adalah langkah pertama dari pengingatan.

Ketika aku bertemu guruku, aku tahu sudah berapa lama aku lupa. Selama bertahuntahun, kesedihan dari kelupaan ini menghantuiku, kengerian dimana aku hidup tanpa mengenalNya atau tanpa tahu bahwa aku adalah milikNya. Hidup tanpa pengetahuan akan kehadiranNya, atau untuk menyaksikanNya, adalah tingkat pengabaian yang begitu buruk untuk diterima. Aku telah hidup dalam keadaan ini, tapi saat aku tahu, aku merasa benci. Aku benci pada kenyataan bahwa aku sudah ditelantarkan. Mungkin hanya melalui rahmatNya, aku bisa mengenal bahwa aku perlu melupakanNya, bahwa aku perlu mengalami kekosongan dunia tanpa Dia-bagaimana dunia terlihat bila wajahNya tak terlihat terefleksikan.

Saat kita mengalami kehadiranNya menyerap ke segala sesuatu, keindahannya adalah, bahwa kita tak selalu mengetahuinya. Ini merupakan pengalaman saat aku di lobi airport, saat aku dikelilingi orang-orang yang tidak sadar bahwa merka adalah bagian dari Tuhan. Bagiamana kita tidak bisa melihat dari apa kita terbentuk,merasakan sinar matahari yang memberikan kehangatan dan cahaya pada segalanya? Bagiaman kita bisa lupa diri kita yang terdalam? Seperti kita tidak pernah mengetahui Kekasih kita, demikian juga misteri penciptaan di luar pemahaman kita. Namun demikian, hijab dualitas yang menutupi kita, dapat disingkap, sampai semuanya, bahkan kelupaanNya, pengabaianNya, terlihat seperti terpatri dalam namaNya. Dalam kata-kata AL-Hallaj, “Sejauh yang saya kira, kalau aku meninggalkan, maka adalah pengabain yang menemaniku.


The Golden Sufi Center
THE CIRCLE OF LOVE

/

Jalan cinta bukanlah perdebatan yang tersembuyi.
Pintu menujunya adalah kesengsaraan.
Burung membuat lingkaran besar di udara untuk kebebasannya
Bagaimana mereka mempelajarinya?
Mereka jatuh dan jatuh, dan diberikan sayap.
(Rumi)
/
CIRCLE OF LOVE – VI
KELUPAAN
“Kelupaan adalah sifat Ilahiyah (Ibn Arabi)”
KITA MILIK DIA, DAN IA MEMPERLAKUKAN KITA SEKEHENDAKNYA

Tidak ada komentar: