Laman

Kamis, 16 Oktober 2014

THE CIRCLE OF LOVE - (Kualitas Ilahiyah dan Tanggung Jawab)

Kita memerlukan daya dalam tarikat. Daya untuk menghadapi bayangan, dan membebaskan kita dari pengkondisian dan tarikan kolektif. Kita perlu daya untuk menjadi diri kita sendiri dan hidup dalam keilahiyahan kita sendiri, untuk meninggalkan cengkeraman ego ke dalam gelanggang jiwa, untuk mengikuti jalan cinta, di dunia yang telah melupakan Dia. Kita perlu mendaptkan
daya dalam diri kita untuk mentransformasikan instingtual diri kita sendiri dan berperang dengan hawa nafsu. Pada setiap tahap perjalanan, usaha kita membebaskan daya yang kita perlukan untuk langkah selanjutnya. Berjuang dengan sifat insgtual kita, kita dapat menunggangi “kerbau” ini dan kembali ke rumah. Dengan usaha yang intens, kita mengarahkan perhatian batin daalam hati dan tujuan yang tak terlihat, menghentikan tenaga kita agar tidak tepencar dalam begitu banyak arah. Kita menggunakan daya zikir untuk focus pada yang Satu, sehingga, membawa energi kemanunggalan pada kehidupan kita, ke dalam dunia multisiplitas.

Perlahan-lahan, kita belajar menjadi tuan bagi diri kita sendiri dan menggunakan potensi kita untuk tujuan tarikat. Tapi, pada setiap tahap, ada tanggung jawab yagn meningkat yang kita tidak menggunakan daya kita untuk tujuan ego. Kebebasan kehendak menjadi semakin selaras dengan darma, saat kesadaran kita menjadi pengawas perilaku kita.

Ketika kita menginggalkan tahap ego ke tahap Diri, ketika kehidupan kita mulai diarahkan pada panggilan yagn lebih tinggi ini, kita mulai menarik kualitas yang dimiliki Diri, nama dan sifat IlahiyyahNya. Energi dan daya kualitas ini seringakali lebih besar dari kualitas ego. Ego menjadi sumber energi bagi pekerjaan ego; Diri menyediakan energi Ilahiyyah yang kita perlukan bagi pekerjaan Diri. Daya yang salik dapat memperolehnya, meningkat dengan dramatis ketika ia punya hubungan langsung pada keilahiyahan,ketika nama dan sifatNya terwujudkan. Melalui kualias ini, Ia dapat memanifestasikan DiriNya sendiri di dalam hambaNya dan dalam ciptaanNya; “Tuhan menjadi cermin dimana orang spiritual berkontemplasi kenyataanya sendiri dan manusia, menjadi cermin di mana Tuhan mengkontemplasikan nama-nama dan kualitaskualitasNya.”

“Tidak ada yang tahu Tuhan kecuali Tuhan,” tapi melalui kualitasNya, kita jadi tahu diriNya. Hamba mengetahui Tuhannya dengan mengalami sifat-sifatNya dalam dirinya sendiri. Kita mengalami kegagahanNya, keindahanNya, kerahmananNya, kasihNya di kedalaman hati kita, di dalam substansi Diri kita sendiri. Walau pun kita tahu bahwa kita adalah selain Ia, kita mengalami jejak-jejakNya dalam diri kita. Saat kita berjalan di tarikat, kita masing-masing menyadari kualitas tertentu mulai tumbuh dalam diri. Kualitas yeng secara khusus menolong kita dalam jalan ini. Bagi satu salik, kualitas penyayang akan mulai bersinar lebih terang, sementara salik lainnya mungkin mulai mengembangkan kedermawanan spiritual, sementara yang lainnya diberkahi dengan kejelasan kesadaran. Kualitas Ilahiyah ini yang tersimpan laten dalam individu menjadi bagian permanen dari energi Diri, dengan cahayaNya dan bukan milik psikologis spiritual dari salik tapi untuk tujuan yang lebih dalam dari jiwa.

“Setiap diri memiliki cara berdoa dan bertasbihnya masing-masing,” dan kualitas ilahiyah khusus kita, membuat kita bisa menyembahNya dan memanifestasikan tasbihNya di dalam cara unik tersendiri, berdasarkan kehendakNya. Sementara psikologis personal kita tetap dalam lingkup ego, dan seringakali mengingatkan kita akan kekuatan dan kelemahan kita, kualitas Ilahiyah ini merefleksikan dimensi batin dari sifat kita yang lebih dalam. Semakin kita menjauhi ego dan menghadap Diri, semakin lemah dominasi psike personal dan semakin kuat pengaruh namaNya. Akhirnya, mistis yang melebur dalam Tuhan, kehilangan namanya, menjadi seperti cincin stempel yang mengukir nama Tuhan; “Hati seorang guru sejati, dipertimbangkan sebagai cincin stempel dimana nama Ilahiyah dan sifat-sifatNya terukir.

Sifat-sifat Ilahiyah diberikan dan dipercayakan pada salik, sehingga ia bisa tahu Tuhannya dan merefleksikan cahayaNya ke dalam dunia. Karena mereka mengetahui amanah ini, hamba ini selalu menaruh perhatian pada penggunaannya yang benar, untuk mengingatkan dirinya sendiri bahwa itu adalah milik Tuhan, sifat-sifat ini adalah tanggung jawab yang menyita kewaspadaan terus menerus, dimana kita hanya menggunakannya utnuk kerjaNya dan tidak pernah untuk tujuan memuaskan ego.

Selalu ingat bahwa kita tidak punya posisi lain kecuali sebagai hamba, akan melindungi kita dari rasa sombong, tapi, salik dalam tarikat spiritul, meghadapi bahaya terus menerus meninggalkan penghambaan dan menyematkan sifat Ilahiyah ini untuk dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang bisa aman dari hal ini.

Kualitas amanah yang diberikan ini, adalah kehormatan sekaligus beban. Tapi dengan terus bergantung pada keadaan penghambaan kita, kita memberikan amanah itu kembali pada Tuhan, karena “Tuhan memerintahkanmu untuk mengembalikan amanahNya pada PemilikNya.” (4:58) .

Ketika salik mempersembahkan kualitasnya kembali pada Dia, dayanya, maka ia akan tetap bahagia dan tanpa beban dalam penghambaan, yang merupakan miliknya (penghambaan itu-red). (18) Pertama, kita mengambil tanggung jawab dan beban dari sifat Ilahiyah kita dan kemudian kita mempersembahkan kembali padaNya. Karena tahu bahwa semuanya adalah milikNya dan kita tidakhlah lain kecuali hambaNya, membebaskan kita dari beban dan tanggung jawab yang kita harus ambil. Tidak hanya sifat-sifat Ilahiyah, tapi juga kesempuranan batin, membawa tanggung jawab besar. Pemikiran pecinta yang menonjol, sejajar dengan kehendak Kekasih. Guruku berkata bahwa ia harus benar-benar hati-hati akan apa yg dipikirakannya karena bias kejadian. Tapi, salik yagn ikhlas akan selalu dilindungi oleh Diri yang lebih tinggi, dalam kehadiran batin dari guru dan para pendahulu.

Makhluk spiritual ini yang bersatu dengan Tuhan ini, menjaga kita, dan menguji kita dalam tiap tahap untuk melihat kalau kita memiliki perilaku yang sesuai, untuk melihat derajat keberserahan diri kita. Bhai Sahib berkata pada Irena Tweed, “Orang-orangku diuji dengan Api dan Semangat kemudian dikirim ke dunia, dan mereka tidak pernah berbuat salah.

Semakin jauh kita berjalan di tarikat, semakin kita diuji dan semakin dalam ego harus menunduk dan menyerahkan otonominya. Tapi pejalan tetap selalu menaruh perhatian pada tipuan ego. Salik, dalam perlindungan Guru , dijaga dari bahaya sombong dan penggunaan daya yang tidak pada tempatnya. Daya dan otoritas seorang syeh itu absolut; tidak ada yang akan tercapai dari argumen dan perbedaan. Ego mungkin mencoba untuk memberontak, seperti anak umur dua tahun , tapi dengan cinta, otoritas dan daya yang diberikan Tuhan, pendahulu kita menuntun kita dalam jalan yang benar. Bila salik tidak menerima otoritas ini, tidak menundukkan batin, maka daya dari tarikat akan ditarik kembali, dan salik tidak akan berjalan lebih jauh. Guru dari tarikat adalah penjaga rahmat Allah, yang diberikan untuk kerja, untuk menarik salik lebih dekat padaNya dan membawa cahayaNya ke dunia.

Kita harus menggunakan segala cara, tapi tanpa kekuatan tarikat dan daya Guru, kita tidak akan bisa maju. Aku pernah mengalami, apa yang terjadi kalau rahmat ini ditarik, dan selama beberapa hari, aku berjalan dalam dunia tanpa warna, tidak ada rasa arah batin, tidak ada kebahagiaan dalam langkah-langkahku. Kemudian, seperti hubungan kembali dinyalakan, rahmat dan energi tarikat kembali hidup; petunjuk dan cahaya kembali mengellilingiku. Aku ditunjukkan bahwa aku tidak ada apa-apanaya tanpa energi ini., bahwa tarikat, seluruh kehidupan dari salik, tergantung seluruhnya pada rahmatNya.

Kita harus menemukan dan hidup dalam daya kita sendiri, tapi seperti dituliskan Rumi, “Dalam seribu tahun, kau tidak akan sampai pada stasiun/pemberhentian pertama, kau membayangkan telah menyelesaikan tugasmu karena kekuatan, aktifitas dan usahamu sendiri. Ini adalah apa yang kuinginkan kau untuk ingat; belanjakan apa yang kau punya dalam jalanKu, dan harta Kami akan datang padamu… dan rahmat Allah akan menbawa kita pada tanganNya.

Pecinta tahu bahwa semuanya tergantung pada keinginan dan cinta Kekasih. Kita ada di tanganNya dan cuma dia yang dapat menolong kita. Hanya rahmatNya yang dapat mengangkat diri kita dan menariknya ke Dia, dan hanya cahayaNya dapat menjaga kita dari bahaya diri kita sendiri. Cahaya dan cinta ini tersembuyi dalam hati kita, dimana kita harus menemukannya dan hidup di dalamnya. Teman-temanNya (para wali) adalah Penjaga rahmat dan cintaNya di dunia ini, penjaga pintu Cinta. Untuk hidup berpusat dalam hati bukanlah urusan yang gampang, karena itu memerlukan kerawanan dan pertanggungjawaban, tidak hanya tanggungjawab terhadap beban yang telah diberikan, tapi juga pad kebutuhan saat ini, kebutuan Diri. Untuk hidup dalam jalan cinta, berarti hidup dengan mengikuti jalan Khidr, dan walaupun ini merupakan jalan dengan etika tertinggi, peraturannya tidak ada yang tertulis. Jalan Tuhan tidak dapat ditulis dengan kata-kata bahasa ini. IsyaratNya lebih cepat dari kilat dan pikiran. Hanya pikiran yang berserah diri pada kehendakNya, pikiran yang dihantamkan ke dalam hati, dapat menagkap isyaratNya, dan hanya pikiran yang terbakar dalam cinta akan berani untuk hidup di dalamnya (jalan Tuhan).

Mereka yang telah berjalan demikian jauhnya dalam tarikat, dipercayai untuk melakukan pekerjaan Kekasih. Mereka adalah teman Tuhan, yang terlindung dalam tugasnya oleh “cahaya perlindungan.” Al-Hakim Al-Tirmidi, sufi abad 9, menjelaskan bagaimana, bahwa walaupun wali Allah ini masih memiliki sifat bawah, mereka terlindung oleh cahaya wali ditingkat yang lebih tinggi,mereka yang telah hidup sebelum mereka; Mereka (wali Allah dan penasihat bagi manusia) memisahkan cahayanya pada Teman-taman ini, dan cahaya ini melindungi mereka sepanjang mereka terikat dalam tugas ini. Kemudian, saat hawa nafsu bangkit dalam dadanya, cahaya akan semakin terang dalam dada orang tsb dan menyembuyikannya dari hati dan jiwa rendah apa yang sudah muncul itu, dan ini dianggap tidak pernah terjadi. Jadi, orang yang mengambil alih tugas ini, terus maju melanjutkan tugas dan tanpa mengalihkann niatnya pada orang lain. Kemudian dia akan kembali ke stasiun tak ternoda.

Berjalan di dunia ini menurut jalanNya, kita diberikan apa yang dibutuhakan untuk mencapai kerjaNya, untuk belajar mencintaiNya, untuk datang mendekatiNya, dan untuk membawa cintaNya ke dunia ini. Daya dan kerendahan hati kita adalah satu-satunya perlindungan bagi kita, dan saat daya kita tergabung dengan cinta dan cahayaNya, dan cahaya waliNya, ini akan melindungi kerjaNya. Di lingkaran manungal, semuanya diberikan, semuanya tergantung pada pecinta dan Kekasih. Kerja kita adalah untuk melihat padaNya, menghormati apa yang telah diberikanNya, dan menggunakannya untuk kerjaNya. Ia membutuhkan kita untuk dekat pada kita dan Ia memberikan peralatannya untuk berjalan dalam jalan yang tak berujung ini. Kemanunggalannya akan selalu ada, tapi kita perlu daya dan pengabdian untuk ingat, dan hidup di dalamnya. Semakin kita masuk ke lingkaran hati, semakin kita menyadari bahwa semuanya dating dariNya, tapi menjadi tanggung jawab lebih besar bagi kita untuk hidup di dalamnya. Kita hidup dalam kemanuggalanNya melalui penyerahan diri, penyerhan dimana esensi dan sifat-sifat kita dipersembahkan dan diterima, dan dalam penerimaan ini , diri tertransformasikan. Kemanunggalan mistis, bukanlah ide abstrak, tapi realitas hidup dimana kita menjelmakan tugas kita padaNya dan cintaNya pada hambaNya. Interaksi kemanunggalan dan dualitas ini tidak dapat dimengerti oleh pikiran, karena dari dalam kemanuggalan, dualitas ini mengambil tekstur/perasaan yang berbeda. Melebur dalam Tuhan, kita tetap hambaNya, senantiasa memperhatikan kebutuhanNya, yang tercetak di dalam hati kita sendiri.


The Golden Sufi Center
THE CIRCLE OF LOVE
/

Pepatah Persia dalam kulit buku, dari Hafiz,
“Kita bukan datang ke pintu ini, mencari kebesaran dan kemenangan.”
Keluarlah dari lingkaran waktu Dan masuklah ke dalam lingkaran cinta Rumi
Apakah artinya kemapanan dalam kafilah
Bila setiap saat lonceng sang unta berbunyi, “Angkat muatan”?
Kegelapan malam, ombak yang menakutkan Pusaran air yang mencemaskan.
Bagaimana mereka tahu keadaan kita, Mereka yang berjalan ringan di sepanjang pantai?
(Mereka yang tidak pernah menyelam ke kedalaman samudra)
/
DAYA DAN KEHIDUPAN SPIRITUAL II
KUALITAS ILAHIYAH DAN TANGGUNG JAWAB

Tidak ada komentar: