Laman

Senin, 20 Oktober 2014

THE CIRCLE OF LOVE - (PUSAT YANG TAK TERLIHAT~ Kekosongan Dan Ego)

Pada tahun pertama di tarikat, kesadaaran ego dari pejalan menjadi semakin seimbang dan utuh. Berhadapan dengan sisi gelap kita, kita menemukan daya kita sendiri dan  dapat menggunakan daya ini untuk menguasai keinginan kita, untuk berperang dalam jihad akbar melawan diri bawah kita. Dengan mengalami kebebasan menguasai-diri sendiri,
kita dapat menjalani kehidupan lebih penuh, tidak lagi terperangkap dalam kegelapan bayangan kita atau mata rantai dari keinginan-keinginan ego. Kesadaran kita dan kebebasan untuk berperan dalam hidup, meluas, dan kita mulai merasakan arti sesungguhnya yang tersembunyi dalam ketidaksadaran. Dalam meditasi, mimpi dan kadang-kandang dalam kehidupan sehari-hari, kita merasakan keindahan dan keterpesonaan akan Kekasih kita yang tak terlihat; kita menyentuh tepian jubahNya.

Tahun-tahun ini dapat dihubungkan dengan tahap satu dan dua dari fana, dan merupakan saat perjuangan penuh ganjaran melawan ego dan kembaran gelapnya. Tapi perlahanlaha, salik mulai merasakan perjalanan sesungguhnya, pertemuan seseungguhnya, di tempat lain. Kemudian mulai merasakan pengalaman tersesat, diabaikan, dari jurang yang begitu dalam sehingga tak ada tempat mendarat. Kadang-kadang, ego bereaksi dengan ketakutan akan pandangan sekilas dari kekosongan akbar ini, sebuah dataran yang ego tahu, tidak akan pernah menemukan pemuasan. Ketakutan ego ini nyata. Semuanya hanyalah persiapan untuk langkah berikut ini, ke dalam fana, kekosongan sesungguhnya.

Mimpi berikut ini adalah pertama kalinya pemimpi mengetahui tahap ini: Setalah bermeditasi saya berbaring untuk istirahat dan bermimpi saya berada dalam ruangan penuh orang-orang dari kelompok meditasi. Guru memasuki ruangan, sepertinya ia tetap masuk dan kemudian ia memasukiku, ia berjalan menembus, dalam diriku. Aku ketakutan. Kemudian aku ingat bahwa aku sedang berbaring di tempat tidur, beristirahat dan berpikir bahwa ini tidak benar-benar terjadi, bahwa aku bermimpi. Tapi, pada titik itu, dengan yakin aku tahu bahwa aku tidak berada di tempat tidurku, tapi di tempat dimana ia “memasukiku.”

Aku begitu terkejut karena tidak di tempat tidurku, sehingga aku merasa jatuh-seperti terjun bebas. Bukannya mendarat, aku malah pingsan dan hilang kesadaran. Setelah itu, yang ada hanyalah kegelapan dan aku tak ingat apa pun juga.

Mimpi ini sebenarnya bukanlah mimpi melainkan sebuah pengalaman di luar batas ego. Pemimpi berada di suatu tempat dimana gurunya memasukinya, dalam dimensi jiwa dimana pertemuan sejati antara guru dan murid terjadi. Menyadari bahwa ini bukanlah mimpi, ia dibawa di luar dirinya sendiri, ke kegelapan dimana tidak ada berita untuk kembali. Ini adalah awal dari perjalana spiritual sejati, perjalanan ke dalam ruang hampa tak tercipta dimana misteriNya terbuka pada dirinya sendiri.

Hanya di sanalah, dalam kekosongan di luar batas ego, kita merasakan sifat sejati kita, dari esensi tak terciptakan, “apa kita sebenarnya sebelum kita ada.” Kembali dari dimensi lain ini, kita tahu bahwa kita bukan kita, dan ini berpengaruh besar pada ego. Struktur batin dan otonomi ego dapat terganggu pada tingkat tertentu yang bila salik tidak dipersiapkan bertahun-tahun dalam meditasi dan latihan spiritual, dan kita tak ditahan oleh energi tarikat, ia bisa mengalami ketidakseimbangan serius. Bahkan pada saat itu pun (saat kita siap setelah lama berlatih), kita harus menyesuaikan diri pada pergeseran mendasar ini yang mempengaruhi seluruh rasa diri kita sendiri. Kita harus hidup dalam ego untuk kegiatan sehari-hari, tapi kita semakin menyadari sifat ilusinya.

Kita menjadi sadar bahwa kita bukanlah kita sendiri, sama seperti kita merasa bahwa kita hidup di dunia ilusi. Pergeseran dalam kesadaran diri ini biasanya terjadi pada tepian kesadaran-stuktur ego dirusak dari dalam, dan kita tidak harus berhadapan langsung dengan perubahan ini. Kita hanya dapat merasakan bahwa ego tidak lagi merupakan daya dominan dalam hidup kita-bahwa pemenuhannya bukan lagi hasrat primer.

Perlahan-lahan, kita melihat bahwa ego hanyalah aktor dari panggung kecil, dan kita merasakan ruangan sangat luas yang mengelilingi panggung ini. Tahun-tahun dari individuasi memungkinkan ego untuk memegang peranan utama dalam pertunjukan kehidupan. Tapi kini kita menyadari sifat keterbatasan panggung ini, merasakan kurungan dari ego dunia kita. Warna terbaiknya terlihat suram, kecuali pada saat-saat ketika luar batas terefleski, ketika kita melihat wajahNya di dunia ini. Hanya kadang-kadang saja kita diberikan rasa akan apa itu yang nyata.

Masing-masing dengan jalannya sendiri, kita dibawa di luar batas ego dan belajar untuk menyesuaikan diri pada kehidupan dimana “Aku”bukan lagi merupakan figur pusat. Ada pergeseran halus dari kehidupan dengan batas kesadaarn yang jelas ke tahap tak terdefinisikan. Tanpa subjek dan objek yang berlawanan, dari “aku” dan “bukan aku” kesadaran baru ini bisa jadi membingungkan sekali gus indah. Sesuatu itu diberikan; sebuah pembukaan telah dibuat ke dalam misteri dari kehadiranNya.

Saat menulis halaman ini, aku menerima surat dari seorang teman yang menjelaskan transisi ini terjadi di dalam dirinya: Aku mengetahui begitu sedikit tentang siapa diriku, apa yang aku lakukan dan kemana aku akan pergi, lebih edikit dari yang sudah-sudah. Kerap kali ada saat-saat dimana aku dipanggil untuk memberikan respon atau memberi keputusan, tapi tidak ada lagi “diriku yang lama” untuk memberi respon. Pada saat-saat seperti ini, aku mengalami ketakutan sesaat, karena aku tak memiliki jawaban. Ini seperti aku telah terhirup dan aku tak yakin apakah hirupan berikutnya akan ditawarkan oleh Yang Lainnya itu. Hampir setiap saat, setelah sekejap, tidak ada jawaban! Pada saat seperti itu, ketika tidak ada jawaban yang keluar, aku begitu terbiasa menjawab, “Aku tak tahu.” Kadang-kadang aku menjadi ketakutan akan hal ini, tapi biasanya aku hanya melakukan apa yang didorong untuk lakukan (atau itu cuma sekedar selesai) saat aku mencoba mengingat Kekasih sebanyak mungkin. Apakah ini yang disebut menjadi salah satu orang pandirNya?

Aku menjadi semakin tidak baik atau semakin tidak buruk, tapi hanya merasa sebagai aku saja. Ini terbukti sulit untukku karena aku menuntut untuk senantiasa baik dalam hidup. Ini seperti halnya aku suka warna putih seumur hidup tak tertarik pada hitam, namun sekarang harus menerima abu-abu, yang tidak mempunyai kecerahan warna putih.

Tapi, setelah saya menemukannya, abu-abu memiliki kedalaman tersembunyi dimana itu membuatnya lebih berharga dari putih. Aku melihat bagaimana semua hal yang berlawanan menggugus membantuk sebuah pusat, sebuah resolusi. Dalam pusat ini, ada pintu tersembunyi menuju paradoks. Di dalam pusat inilah ditemukan kilatanNya dan ketakterbatasanNya. Seperti melihat spiral yang sangat besar, namun ketika melihat ke pusat, telihat tak terbatas.

Beberapa bulan yang lalu, aku mengalami sesuatu yang indah dan lembut akan kejernihan hatiku. Aku menyebutnya sebagai “kejernihan” dan ini menetap dalam hatiku. Aku melihat dan merawatnya saat ia memilih untuk menetap. Sangat indah. Seperti halnya semua tingkatanku, ini tidak bertahan. Aku membiarkannya pergi dan tahap berikutnya terjadi, namun tak sebegitu indah dan halus. Aku kemudian menulis, “Ada sebuah Kejernihan di dalam. Ini bukanlah aku, tapi ini tidak berbeda dari aku. Ini sangat inti bagiku, tapi tanpa warna, rasa atau gaya seperti halnya kepribadian. Ini seperti air murni, dibandingkan minuman lainnya yang mempunyai warna atau rasa; ini jernih sekali.”

Sepanjang hidup ini, kita telah menjadi pemeran utama. Kita masih punya bagian untuk dimainkan, tugas-tugas untuk dipenuhi, Tapi perlahan-lahan sesuatu lainnya hidup, yang “bukanlah aku, tapi tak berbeda dari aku.”Esensi diri ini bukanlah milik keterbatasan dunia ini, tidak juga pada definisi-definisinya; tidak seperti sebuah kepribadian, ini ada “tanpa warna, rasa, atau gaya.” Salah satu kualitas fana adalah kembali pada kemurnian esensial dari diri ini tanpa batas. Ini merupan pusat tak telihat dari wjud kita yang merupakan milik dimensi berbeda, kemanuggalan tanpa pemisah yang tanpa membedakan.

Dalam dimensi di luar panggung, dalam dinamika kegelapan yang mengelilinginya, tidak ada pemeran, tidak ada rasa diri terkait pada sorotan kesadaran. Tanpa aktor, tak ada kata-kata yang dapat didengar, tak ada cerita utuk dituturkan, hanya perasaan penuh akan sesuatu yang primer dan kuat. Ini adalah kekosongan tak tercipta, tak terbatas dan abadi. Dan salik harus hidup dalam terbitnya kesadaran dari dunia lain ini, sebuah kesadaran bahwa ia bukanlah ia, “Tidak ada darwis, atau bila ada darwis, maka darwis itu tidak di sini.”

Akhirnya, ego harus berhadapan dan menerima apa yang pasti akan terjadi. Satu saat, aku menghabiskan musim panas menyesuaikan pada fakta yang aku tahu “aku tidak eksis”. Ini mungkin terdengar seperti paradoks yang aneh, tapi aku merasa egoku berdamai dengan lubang hitam yang kini menjadi pusatnya. Aku masih memiliki bagian untuk dimainkan dalam hidup ini, tugas dalam panggung kecil dari eksistensi harian, tapi egoku harus mencakup pengetahuan dari non-eksistensinya sendiri. Ini merupakan masa yang penuh teka teki dan membingungkan, saat aku merasakan egoku berjuang dan perlahan-lahan berdamai dengan sifat ilusinya itu sendiri. Ego menyesuaikan, panggung lewat, dan kehidupan terus berjalan. Keajaiban tarikat dimana ia mempersiapkan kita untuk transisi ini dan perlahan-lahan membimbing kita melewatinya.

Kehidupan mistikal mungkin terlihat penuh akan kontradiksi, tapi itu hanya untuk pikiran. Tarikat membawa kita semakin dekat pada kesederhaan esensial apa adanya, dan menawarkan kita kebebasan untuk mengetahui non-eksistensi dari diri kita sendiri. Dan kehidupan sehari-hari kita terus berlangsung. Temanku mengakhiri suratnya dengan ini: Semakin lama semakin tak ada jawaban. Aku hanya bersyukur pada saat-saat Ia datang, dan Ia menyakiti dan mengirimkan ke kebahagiaan ke tempat terhalus, dalam di hatiku. Air mata yang mangalir pada saat-saat itu terasa manis tak terbatas.



The Golden Sufi Center
THE CIRCLE OF LOVE
/
Akan tiba saatnya ketika lidah akan bergabung dengan hati,
hati bergabung dengan jiwa, jiwa dengan rahasia (sirr),
dan rahasia bergabung dengan al-hHaqq.
Hati akan berkata pada lidah, “Diamlah!”.
Rahasia akan berkata pada jiwa, “diamlah!”
Dan cahaya batin akan berkata pada rahasia, “diamlah.”
(Al-Anshari) 

/
CIRCLE OF LOVE VII
PUSAT YANG TAK TERLIHAT
KEKOSONGAN DAN EGO

Tidak ada komentar: