Laman

Jumat, 17 Oktober 2014

THE CIRCLE OF LOVE - (Kebingungan Dan Kesengsaraan)

Pemimpi ini mendaki gunung , semakin tinggi, dan tetap tidak melihat Musa. Bahkan, gunung menjadi berkabut dan sunyi. Mengharapkan bertemu pembimbing, kita malah menemukan ketidakyakinan sendiri. Mengharapkan kejelasan, kita malah jadi bingung. Jalan mistis bukanlah bagi mereka yang membutuhkan rasa akan arah yang jelas, tapi bagi mereka yang dapat
hidup di tengah kontradiksi, dalam tatanan berkabut di luar batas-batas alasan.

Untuk memasuki tatanan ini, berarti akan menghadapi dimensi kontradiksi. Salik yang berharap menemukan sesuatu akan kecewa, karena tidak ada yang terdefinisikan; tidak ada substansi. Pikiran dibiarkan dalam kebingungan; ego berdiri di ujung jurang. Sampai saat itu, tarikat masih didefinisikan oleh usaha kita sendiri, melalui usaha pembersihan, yaitu penanjakan gunung yang sulit dan sangat lambat. Apa pun kesulitan perjuangan batin, setidaknya kesulitan ini mengandung satu sasaran. Kita tahu bahwa kita sedang meningkatkan diri sendiri, memoles cermin hati. Tapi, sekarang pejalan sampai pada akhir jalan, dari tujuan pencarian . Musa tidak ada di situ, tidak ada jalan maju ke depan, sedang jalan di belakang ditelan kabut.

Apakah arti dari tatanan yang berkabut ini? Apakah jurang dalam yang menunggu salik ini? Bagaimana caranya maju ke depan? Ini adalah tempat di mana pejalan harus berserah diri akan harapan pencapaian spiritual atau transformasi batin. Ini adalah tempat di mana salik dengan hati yang lemah menarik diri. Tidak ada jalan maju ke depan. Tidak ada jalan sama sekali. Hanya ada jurang dalam dan perasaan terbengkalai. Di dalam tatanan yang mengerikan ini, setiap salik “tersesat” dan merasa gersang.

pikiran, tapi kengerian ini berhadapan dengan seluruh kehidupan ini, keseluruhan wujud

Kita menyadari bahwa kita telah terkecoh oleh ide tentang perjalanan dan tujuan/ sasaran. Semua buku dan pengajaran yang mengarahkan tarikat, yang menyemangati dan menolong kita, tidak mempersiapkan kita untuk hal ini. Kegelapannya adalah di luar ambang penjelasan, kegersangannya mencekam. Di sini, bisa jadi tidak ada konfrontasi, perjuangan, karena tidak ada yang nyata. Tiba-tiba, kita menyadari akan luasnya tugas perjalan ini, yang pikiran, kesadaran tidak bisa menjelaskan apa yang sudah kita jalani ini. Saat kita di pelabuhan dan di gunung, kita punya sasaran; sekarang yang ada hanyalah kabut yang berputar-putar dan kengerian tak berujung. Setiap salik akan datang pada jurang pengabaian ini, seperti dikatakan Kristus saat ia menangis di salib, “Eli, Eli, lima sabachtani? Tuhanku, Tuhanku, mengapa engkau menelantarkanku?” Setiap bagian wujud kita menjerit, menolak penelantaran ini, hidup dalam kengerian ini. Keberadaan dihadapkan pada ketidakberadaan, bentuk dengan tanpa-bentuk. Keberadaan kita didefinisikan dengan bentuk, identitas, dengan rasa akan siapa kita. Kini, setiap atom dari identitas kita, bahkan identitas spiritual, menarik diri dari jurang. Bagaimana kita dapat memberikan diri sendiri pada kekosongan tak terdefinisikan, dimana bahkan pemahaman kita akan Tuhan tak berwujud? Dalam meditasi, kita mungkin belajar untuk berserah diri pada apa yang berada di luar ambang kita.

Arti dari kengerian ini adalah bahwa semua konsep, semua identitas harus ditanggalkan. Tidak ada tempat untuk berpegang, tidak juga pemikiran akan kemajuan spiritual, ataupun kecintaan dan pemeliharaan Tuhan. Di tatanan berkabut di ujung kengerian ini, kita harus menanggalkan hal yang paling berharga. Ini sebabnya, mengapa perasaan terbengkalai ini begitu kuat. Salah seorang teman tiba-tiba berhadapan (dalam mimpi) untuk menanggalkan keinginan untuk dicintai. Ia terkejut, karena ia selalu berpikir bahwa tarikat akan memenuhi kebutuhan ini, bahwa ia akan punya pengalaman dicintai. Ia begitu ketakutan pada ide akan kehilangan keinginan terdalamnya itu. Dia kira, kehidupan spiritual adalah tentang mendapatkan sesuatu, sehingga ia ketakutan ketika menyadari akan apa yang harus diserahkannya. Ada pepatah berkata, “Semuanya harus pergi, “ tapi tidak menyadari implikasinya. Lao Tzu berkata, “Ketika Guru berkata, ‘Bila engkau ingin diberikan semuanya Maka engkau harus menyerahkan semuanya, “Mereka tidak menggunakan frase kosong.

Seorang teman memiliki hubungan yang dalam dan lama dengan gurunya, sebuah hubungan cinta akbar dan pengabdian. Cinta dan hormatnya pada guru, merupakan inti keberadaannya; ini adalah substansi dari kehidupan spiritualnya. Dan gurunya merendahkan, menunjukkan ketidakmampuan, serta kesalahan-kesalahannya. Kekecewaan karena ‘pengkhianatan” ini telah menghancurkannya, Bagaimana tarikat ini nyata, kalau gurunya sendiri gagal mengartikan kedalaman dan arti pengabdian serta cintanya, sebagai keterikatan? Bagiamana ia berdamai akan apa yang terjadi dengan kepercayaan akan tarikat? Dalam rumah jagal cinta, mereka hanya membunuh Hanya yang terbaik, bukan yang lemah dan cacat.

Mereka yang hanya milikNya, harus mengalami kepedihan di luar batas pikiran. Masing-masing kita memiliki keterikatan terdalam atau system kepercayaan. Kita ingin dicintai, memiliki sasaran dalam hidup, menemukan kebenaran spiritual. Kita percaya akan keadilan, dalam karma, dalam bimbingan Tuhan, dalam guru yang sempurna. Keterikatan dan kepercayaan ini terpusat pada identitas kita sendiri, dan hingga kini telah menjadi pendukung terbesar dalam tarikat. Perjalanan kita mendaki gunung, membebaskan kita dari banyak keeterikatan, lahiriyah maupun batiniah, dan dari kepercayaan kolektif; tidak lagi dikuasasi oleh sifat bawah kita, oleh dinamika bayangan, motivasi kepentingan diri sendiri atau pola-pola kolektif; kita masih tergantung pada dukungan kepercayaan terdalam kita. Biasanya, itu milik identitas spiritual kita, rasa diri sebagai pencari. Kini hal itu pun harus ditinggalkan. Seluruh identitas kita, bahkan identitas spiritual, harus hancur lebur. Kita harus tidak terdukung secara total.

Attar bercerita tantang seorang syeikh agung dengan banyak pengikut, namun jatuh cinta pada seorang gadis Nasrani. Sheikh Sam’an ada di Mekah ketika ia bermimpi sedang bersujud pada berhala di Roma. Mimpi itu begitu mengganggunya, sehingga ia pergi ke Roma bersama beberapa orang muridnya. Suatu hari, ia melihat seorang gadis yang kecantikannya bagaikan gemerlap matahari. Hati sheikh ini lebur dalam kecantikannya; ia menyerahkan seluruh keinginannya pada cinta ini. Pengikutnya begitu terkejut dan mencoba memberi memberi berbagai penjelasan, tapi ia menolak untuk mendengar mereka. Seorang murid menuruhnya untuk bertaubat (kembali) ia berkata: “Aku bertaubat, Dari seluruh diriku sebelum ini, dan semuanya yang dimiliki diriku masa lalu.”

Muridnya, setalah menyadari bahwa ia telah hilang iman, dan bahwa kata-kata mereka tak berguna, meninggalkannya. Melihat orang tua ini mencintainya, gadis Nasrani itu mengejeknya, berkata bahwa ia lebih membutuhkan kain kafan daripada dirinya. Tapi bagi sang sheikh, umur tidaklah berarti apa-apa;hanya cinta pada gadis itu yang berarti. Gadis itu berkta bahwa untuk membuktikan cintanya, ia harus minum arak dan meninggalkan Islam. Saat sheikh minum arak, ia kehilangan seluruh pengetahuan spiritualnya; Qur’an yang terpatri dalam hatinya telah hilang dari pikirannya. Yang tertinggal hanyalah cinta pada gadis tu: Dalam keadaan mabuk dan penuh cinta, ia berteriak: “Perintahkan aku sekarang; apa pun yang kau putuskan Akan aku kerjakan. Aku menjauhi berhala saat tak mabuk Tapi kecantikanmu adalah untukku; Berhala yang karenanya, aku rela untuk membakar Kepercayaanku yaitu Qur’an” “Kini kau mulai belajar, Kini kau milikku, sheik sayang, “ si gadis berkata Sheikh itu membakar jubah darwisnya dan menjadi orang Nasrani. Cinta mulai tumbuh di hati gadis itu walaupun ia tua. Tapi, untuk menguji cintanya lebih lanjut, ia menyuruh sheikh menggembala ternak babinya setahun penuh. Tanpa protes, sheikh setuju. Cinta telah membawanya ke kedalam jurang ini, jurang degradasi. Imannya telah hilang, demikian pula kehormatan, bahkan belum juga mendapatkan kekasihnya.

Cinta tak mengenal batas. Sheik kehilangan seluruh rasa akan diri, identitas dan hanya menerima kesedihan: Setelah sekian tahun beriman secara haqq Seorang gadis muda telah membawa sheikh terpelajar ini dalam kesedihan; Sheih berkata, “Darwis ini telah terkhianati; semata-mata karena cinta pada seorang Gadis semoga tak ada seorangpun yang harus melalui kemalangan ini!

Cinta menghancurkan seseorang seperti saya; dan penghinaan sekarang memandang darwia yang dulunya dicintai, di wajahnya. Murid-muridnya, ketakutan atas apa yang terjadi pada gurunya, kembali ke Mekah. Tapi, sebelum meninggalkan sheikhnya, salah seorang murid berkunjung untuk menanyakan apa yang telah terjadi. Sheikh itu menjawab, “Keimanan itu telah ditaklukkan oleh kelaraan yang menggila ini.” Murid ini tidak meninggalkan sheikh, melainkan berdoa terus menerus hingga doanya dijawab oleh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah berkata, bahwa ada sebutir noda hitam yang telah lama terjadi di antara sheikh dan Allah. Noda itu telah dibersihkan dan sang sheikh itu kini bebas.

Dalam cerita Attar itu, sang murid dan para sahabatnya berlari menemui Sheikh yang telah sedang mengurus babi. Sheikh itu, seperti mendapat pencerahan, telah membuang jubah Kristennya dan pengetahuan tentang hukum-hukum Tuhan telah dikembalikan. Gadis itu pun menerima pencerahan dan menjadi murid Sheikh, tapi hanya sekejap. Saat ia telah merangkum Al-haqq, ia meninggal dunia: “Ia adalah setetes air yang kembali pada laut Al-Haqq.”


The Golden Sufi Center
THE CIRCLE OF LOVE
/

Jalan cinta bukanlah perdebatan yang tersembuyi.
Pintu menujunya adalah kesengsaraan.
Burung membuat lingkaran besar di udara untuk kebebasannya
Bagaimana mereka mempelajarinya?
Mereka jatuh dan jatuh, dan diberikan sayap.
(Rumi) 
/
CIRCLE OF LOVE V
KEBINGUNGAN DAN KEGERSANGAN

Tidak ada komentar: