Nasrudin sedang mengembara cukup jauh ketika ia
sampai di sebuah kampung yang sangat kekurangan air. Menyambut Nasrudin,
beberapa penduduk mengeluh, "Sudah enam bulan tidak turun hujan di
tempat ini, ya Mullah. Tanaman-tanaman mati. Air persediaan kami tinggan
beberapa kantong lagi.
Kamis, 20 November 2014
Miskin dan sepi
Seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang
tuanya. Ia langsung terkenal sebagai orang kaya, dan banyak orang yang menjadi
kawannya. Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya
habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.
Tampang Itu Perlu
Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak
mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh. "Tapi aku mengabdi kepada Allah saja,"
kata Nasrudin. "Kalau begitu, mintalah upah kepada
Allah," kata istrinya.
Jangan Terlalu Dalam
Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang
hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak
punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang
sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Tapi -- kita tahu
-- menyogok itu diharamkan.
Penyelundup Jubah
Ada kabar angin bahwa Mullah Nasrudin berprofesi
juga sebagai penyelundup. Maka setiap melewati batas wilayah, penjaga gerbang
menggeledah jubahnya yang berlapis-lapis dengan teliti. Tetapi tidak ada hal
yang mencurigakan yang ditemukan. Untuk mengajar, Mullah Nasrudin memang sering
harus melintasi batas wilayah.
Cara Membaca Buku
Seorang yang filosof dogmatis sedang meyampaikan
ceramah. Nasrudin mengamati bahwa jalan pikiran sang filosof terkotak-kotak,
dan sering menggunakan aspek intelektual yang tidak realistis. Setiap masalah
didiskusikan dengan menyitir buku-buku dan kisah-kisah klasik, dianalogikan
dengan cara yang tidak semestinya.
Pelayan Raja
Nasrudin menjadi orang penting di istana, dan
bersibuk mengatur urusan di dalam istana. Suatu hari raja merasa lapar.
Beberapa koki menyajikan hidangan yang enak sekali. "Tidakkah ini sayuran terbaik di dunia,
Mullah ?" tanya raja kepada Nasrudin. "Teramat baik, Tuanku."
Jatuh Ke Kolam
Nasrudin hampir terjatuh ke kolam. Tapi orang
yang tidak terlalu dikenal berada di dekatnya, dan kemudian menolongnya pada
saat yang tepat. Namun setelah itu, setiap kali bertemu Nasrudin orang itu
selalu membicarakan peristiwa itu, dan membuat Nasrudin berterima kasih
berulang-ulang.
Orientasi Pada Baju
Nasrudin diundang berburu, tetapi hanya
dipinjami kuda yang lamban. Tidak lama, hujan turun deras. Semua kuda dipacu
kembali ke rumah. Nasrudin melepas bajunya, melipat, dan menyimpannya, lalu
membawa kudanya ke rumah. Setelah hujan berhenti, dipakainya kembali bajunya.
Nasib dan Asumsi
"Apa artinya nasib, Mullah ?" -- "Asumsi-asumsi."-- "Bagaimana ?"
"Begini. Engkau menganggap bahwa segalanya
akan berjalan baik, tetapi kenyataannya tidak begitu. Nah itu yang disebut
nasib buruk. Atau, engkau punya asumsi bahwa hal-hal tertentu akan menjadi
buruk, tetapi nyatanya tidak terjadi.
Belajar Bijaksana
Seorang darwis ingin belajar tentang
kebijaksanaan hidup dari Nasrudin. Nasrudin bersedia, dengan catatan bahwa
kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun bersedia
menemani Nasrudin dan melihat perilakunya. Malam itu Nasrudin menggosok kayu membuat api.
Api kecil itu ditiup-tiupnya.
Mimpi Relijius
Nasrudin sedang dalam perjalanan dengan pastur
dan yogi. Pada hari kesekian, bekal mereka tinggal sepotong kecil roti.
Masing-masing merasa berhak memakan roti itu. Setelah debat seru, akhirnya
mereka bersepakat memberikan roti itu kepada yang malam itu memperoleh mimpi
paling relijius. Tidurlah mereka.
Tampak Seperti Wujudmu
Nasrudin sedang merenungi harmoni alam, dan
kebesaran Penciptanya."Oh kasih yang agung. Seluruh diriku terselimuti oleh-Mu. Segala yang tampak oleh mataku. Tampak seperti wujud-Mu."
Yang Benar (Benar-Benar)
Nasrudin sedang menjadi hakim di pengadilan
kota. Mula-mula ia mendengarkan dakwaan yang berapi-api dengan fakta yang tak
tersangkalkan dari jaksa. Setelah jaksa selesai dengan dakwaannya, Nasrudin
berkomentar: "Aku rasa engkau benar."
Api
Hari Jum`at itu, Nasrudin menjadi imam Shalat
Jum`at. Namun belum lama ia berkhutbah, dilihatnya para jamaah
terkantuk-kantuk, dan bahkan sebagian tertidur dengan lelap. Maka berteriaklah
Sang Mullah, "Api ! Api ! Api !"
Teori Kebutuhan
Nasrudin berbincang-bincang dengan hakim kota.
Hakim kota, seperti umumnya cendekiawan masa itu, sering berpikir hanya dari
satu sisi saja. Hakim memulai, "Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi
hukum dan etika, ..."
Nasrudin Memanah
Sesekali, Timur Lenk ingin juga mempermalukan
Nasrudin. Karena Nasrudin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil resiko
beradu pikiran. Maka diundangnya Nasrudin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia
prajurit, dunia otot dan ketangkasan.
Nasrudin Pemungut Pajak
Sesekali, Timur Lenk ingin juga mempermalukan
Nasrudin. Karena Nasrudin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil resiko
beradu pikiran. Maka diundangnya Nasrudin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia
prajurit, dunia otot dan ketangkasan.
Timur lenk Di Dunia
Timur Lenk masih meneruskan perbincangan dengan
Nasrudin soal kekuasaannya. "Nasrudin! Kalau setiap benda yang ada di
dunia ini ada harganya, berapakah hargaku ?" Kali ini Nasrudin menjawab sekenanya, tanpa
banyak berpikir.
Timur Lenk Di Akhirat
Timur Lenk meneruskan perbincangan dengan
Nasrudin soal kekuasaannya. "Nasrudin! Menurutmu, di manakah tempatku
di akhirat, menurut kepercayaanmu ? Apakah aku ditempatkan bersama orang-orang
yang mulia atau yang hina ?" Bukan Nasrudin kalau ia tak dapat menjawab
pertanyaan 'semudah' ini.
Gelar Untuk Timur Lenk
Timur Lenk mulai mempercayai Nasrudin, dan
kadang mengajaknya berbincang soal kekuasaannya. "Nasrudin," katanya suatu hari,
"Setiap khalifah di sini selalu memiliki gelar dengan nama Allah.
Misalnya: Al-Muwaffiq Billah, Al-Mutawakkil 'Alallah, Al-Mu'tashim Billah,
Al-Watsiq Billah, dan lain-lain.
Itik Berkaki Satu
Sekali lagi Nasrudin diundang Timur Lenk.
Nasrudin ingin membawa buah tangan berupa itik panggang. Sayang sekali, itik
itu telah dimakan Nasrudin sebuah kakinya pagi itu. Setelah berpikir-pikir,
akhirnya Nasrudin membawa juga itik panggang berkaki satu itu menghadap Timur
Lenk.
Keledai Membaca
Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai.
Nasrudin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata, "Ajari keledai itu membaca. Dalam dua
minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya."
Langganan:
Postingan (Atom)